Detik-detik Menjelang Kematian

Detik-detik Menjelang Kematian
Jika seorang hamba Allah SWT sudah berada di ambang kematian (sakaratul maut), maka mulutnya terkunci. Tidak sepatah kata pun yang mampu diucapkannya. Ketika itu datanglah kepadanya empat malaikat secara bergantian. Setelah mengucapkan salam (jika orang yang akan meninggal itu islam), tiap-tiap malaikat memberitahukan akhir masa tugasnya terhadap orang yang bersangkutan.


"Selama ini aku yang tugasnya mengurus rezekimu, dan telah kutunaikan dengan baik, "ucap malaikat pertama."Sekarang sudah tidak kudapatkan lagi rezeki untukmu, baik di belahan bumi timur maupun barat."

Sesudah malaikat pertama pergi, malaikat kedua juga memberitahukan akhir masa tugasnya terhadap calon mayat. "Akulah yang diperintahkan mengurus minuman yang engkau butuhkan setiap harinya. Tapi kini sudah tidak kuperoleh lagi setetes pun jatah minuman untukmu. "

Sesaat setelah itu malaikat ketiga juga datang menghampiri dan berkata, "Selama hidupmu, akulah yang dipercaya mencari dan menyambung nafasmu. Namun sekarang ini sudah tidak aku temukan lagi nafas buatmu."

Terakhir datanglah malaikat keempat menemuinya, "Ajalmu sepenuhnya dipercayakan kepadaku, dan sekarang telah habis masanya."

Malaikat keempat itu pun berlalu. Datanglah giliran malaikat Raqib (pencatat semua perilaku terpuji) dan Malaikat Atid (pencatat semua perilaku tercela) menghampiri hamba Allah yang akan meninggal dunia tersebut. Mereka memperlihatkan semua catatan tingkah laku si calon mayat selama hidupnya. Tentu saja perbuatan yang mereka catat adalah semenjak yang bersangkutan memasuki usia baligh. Sebab sebelum menginjak baligh, seorang tidak berkewajiban menjalankan syariat islam.

"Selamat bagimu, " senyum Malaikat Raqib mengucapkan salam. "Akulah yang selama ini mencatat semua kebaikanmu."Sedetik kemudian, ia mengeluarkan lembaran-lembaran putih. Itulah rangkaian catatan amal perbuatan baik hamba yang akan meninggal dunia itu.

Dari amal kebaikannya yang sangat besar misalnya menyumbang pembangunan masjid dan sekolah, sampai amal kebaikannya yang kecil-kecil seperti seulas senyum yang tulus, tertulis di lembaran tersebut. Maka tersenyumlah ia penuh kegembiraan.

Bentang usia yang telah dijalaninya sejak baligh hingga menjelang ajal, seolah senantiasa diwarnai dengan pengabdian kepada Allah SWT dan perbuatan mulia terhadap semuanya.

Pada saat itu ia memang menyaksikan pemutaran ulang seluruh tingkah lakunya yang terpuji. Misalnya mengenai:
  • Sholat lima waktu yang lebih sering ia lakukan berjamaah
  • Membayar zakat. Tidk hanya zakat fitrah, melainkan juga zakat harta kekayaannya
  •  Sedekah terhadap pengemis, tetangga, sanak keluarga, anak yatim, dan fakir miskin
  • Puasa, baik yang wajib pada bulan Ramadhan maupun yang sunah seperti Senin-Kamis dan Sya'ban
  • Menghadiri majelis taklim secara rutin selain untuk memperdalam ilmu agama dan menjalin ukhuah terhadap sesama
  • Menuntut ilmu dan mengajarkannya kepada orang lain

Bahkan perbuatan-perbuatan baik yang terlupakan begitu saja, ternyata ada dalam lembaran catatan amal baik tersebut.
Misalnya:

  • Nasihat-nasihatnya kepada seseorang yang menjadi teman duduk dalam suatu perjalanan yang baru dikenalnya
  • Pernah menyeberangkan orang tua di jalan raya
  • Menghibur seseorang yang sedang ditimpa kesusahan
  • Memberikan informasi yang dibutuhkan oleh orang lain
  • Seulas senyum yang senantiasa diberikan kepada orang lain
  • Menggembirakan anak-anak kecil dengan sepotong kue atau mengajaknya bermain
  • Menyingkirkan batu atau duri dari jalanan yang membahayakan orang lain; dan lain sebagainya

Usai menyimak rekaman segala amal perbuatan baiknya yang diperlihatkan oleh Malaikat Raqib,
senyum hamba yang akan mati itu mengendap. Lalu perlahan penyesalan menyusup ke dalam hatinya.

Yang ia sesalkan tidak lain, " mengapa ia tidak mencurahkan segenap harta, tenaga, dan pikirannya sepanjang usia itu untuk mengabdi kepada Allah SWT semata?"

Penyesalan hamba yang akan meninggal itu akhirnya lenyap seiring kehadiran Malaikat Atid yang tidak ramah. Ia merasakan kengerian yang mengancam. Tatapan mata calon mayat yang semula tampak kosong, berganti murung.  Lalu kalut dan takut.

"Lihatlah catatan amal kejahatanmu," sapa Malaikat Atid, tanpa mengawalinya dengan salam. "Akulah yang selama hidupmu ditugaskan mencatatnya."

Satu per satu "lembaran-lembaran hitam" orang yang akan meninggal dunia itu dipertontonkan. Seketika sepasang mata hamba yang akan meninggal itu tampak berkaca-kaca. Nyaris ia tidak percaya melihat betapa banyak dosa yang telah dilakukannya. Ia pun menyesali kebodohan dan kelalaian yang telah diperbuatnya selama ini.

Semua perbuatannya yang tidak terpuji itu kembali menyegar dalam ingatannya sebagaimana ia menyaksikan sajian film di layar televisi.  Ia sering mengabaikan sholat lima waktu, kadang ia membatalkan puasa ketika tidak ada yang menyaksikannya, dan enggan mengeluarkan zakat. Adakalanya memperhatikan lawan jenisnya dengan penuh syahwat. Bahkan sering kali sengaja berlaku maksiat, seperti mabuk-mabukkan, bermain judi, atau pergi ke tempat-tempat yang seharusnya dijauhi.

Belum lagi kesalahan-kesalahannya terhadap sesama manusia, yang selama ini dilakukannya hanya untuk kesenangan belaka, misalnya:

  • Menceritakan aib orang lain. Padahal informasi yang disebarkannya itu tidak dilihatnya dengan mata kepalanya sendiri. Melainkan berdasarkan "katanya si anu ..." , sehingga jika hal itu tidak terbukti, maka perbuatannya terhitung menebar fitnah
  • Membentak peminta-minta
  • Menjelek-jelekkan orang lain
  • Menyelewengkan jabatan untuk memperkaya diri dan keluarganya sendiri
  • Berlaku sewenang-wenang terhadap bawahan atau pembantunya
  • Pernah membiarkan orang tidak bersalah teraniaya, padahal ia sangggup membelanya, dan
  • Membenci orang lain tanpa alasan yang jelas. Kebencian itu pula yang menyebabkannya menghalang-halangi orang lain berbuat baik kepada orang yang dibencinya.
Menyaksikan daftar dosa-dosanya yang ternyata begitu panjang, orang yang akan mati itu baru menyadari bahwa sesungguhnya dirinya telah menjadi orang yang merugi. Sedetik kemudian terlintas dalam pikirannya tentang siksa kubur dan bara api neraka. Lantas menangislah ia ketakutan hingga datangnya Malaikat Izrail.

Dari sekelumit kisah ini dapatlah dimengerti, mengapa setiap orang yang akan meninggal dunia terus-menerus menatap langit-langit kamarnya. Sekejap pun ia tidak berkedip. Ia juga tidak peduli dengan banyaknya orang yang mengelilinginya. Bahkan apabila diajak bicara, ia hanya menjawab dengan anggukan dan gelengan kepala.

A. Kesulitan Malaikat Izrail Mencabut Nyawa Orang Sholeh

Memang mencabut nyawa adalah tugas rutin Malaikat Izrail . Namun, ia senantiasa menghadapi kesulitan setiap akan mencabut nyawa orang yang sholeh. Menurut kisah bahwa malaikat maut selalu mencabut  nyawa umat manusia melalui mulutnya. Tetapi lisan orang yang sholeh berupaya mempertahankan rohnya.

"Tertutup jalan bagi roh untuk keluar melalui pintu ini," jawab mulut orang yang sholeh. Lalu si lisan itu memberikan beberapa alasannya, "Karena aku selalu diajak berzikir, mengaji, memberikan nasihat yang baik, mengajak orang beramar ma'ruf dan bernahi munkar, serta hanya dimanfaatkan untuk mengucapkan yang baik-baik."

Mendapat jawaban yang demikian, Malaikat Izrail naik kembali ke langit. Ia melaporkan kesulitan yang dihadapinya kepada Allah SWT. Lalu Dia memerintahkan mencabut nyawa orang yang sholeh tersebut melalui jalan lain. Saat itu pula Malaikat Izrail segera turun kembali ke Bumi, menghampiri hamba yang akan mati itu.

Malaikat Izrail mencoba mencabut nyawa orang yang sholeh itu lewat tangannya, namun masih menemui kesulitan. "Tidak ada jalan bagimu untuk mencabut nyawa lewat sini," jawab tangan mempertahankan roh, " sebab aku senantiasa dimanfaatkan untuk membela agama Allah SWT. Aku juga selalu digunakan menuliskan ilmu yang bermanfaat, memberikan pertolongan, menyelamatkan orang-orang yang teraniaya, membela anak yatim, dan hanya dipakai untuk  melakukan pekerjaan-pekerjaan yang baik lainnya."

Selanjutnya Malaikat Izrail mencoba mencabut nyawa orang tersebut melalui kakinya, namun kaki orang yang sholeh itu juga menolak. "Tiada jalan bagimu dari tempatku, "jawab kaki. Sejumlah alasan pun diuraikan oleh kaki, "Sebab aku dipakai berjalan ke masjid, dipergunakan untuk pergi menuntut dan mengajarkan ilmu, berjalan  mengunjungi sanak keluarga untuk menyambung tali persaudaraan, menengok orang sakit, mengantarkan jenazah ke kuburnya,  memelihara ukhuah dengan sesama muslim, dan menyampaikan bantuan kepada orang-orang yang membutuhkan."

Mendengar jawaban kaki, Malaikat Izrail mendekati telinga orang sholeh tersebut. Ia mencoba mencabut nyawa dari sana, namun tetap saja tidak berhasil. "Tidak ada jalan bagimu dari tempatku, "tolak telinga turut mempertahankan roh. "Karena aku dimanfaatkan mendengar bacaan Al-Qur'an, suara azan, dan zikir. Aku juga hanya digunakan untuk mendengar ucapan-ucapan dan nasihat-nasihat yang baik. Dan aku tidak pernah dipakai untuk mendengarkan penggunjingan serta cerita tentang aib orang lain."

Upaya terakhir Malaikat Izrail untuk mencabut nyawa hamba Allah SWT yang sholeh tersebut, tinggal melalui sepasang  matanya. Akan tetapi sebagaimana mulut, tangan, kaki, dan telinga, mata juga berusaha mempertahankan rohnya.  "Tertutup jalan bagimu dari tempatku ," jawab mata, "sebab bersama akulah ia membaca AlQur'an, aku juga diajak membaca buku-buku ilmu pengetahuan, memandang wajah-wajah teduh para ulama dan menyaksikan segala sesuatu yang baik-baik.

Setelah tidak berhasil mencabut nyawa orang yang sholeh itu melalui berbagai jalan, Malaikat Izrail naik lagi ke langit. Ia menghadap Allah SWT mengemukakan kesulitan yang ditemuinya, "Ya Tuhanku, hamba-Mu si fulan menyatakan demikian..." "Wahai malaikat, tuliskan nama-Ku pada telapak tanganmu, "perintah Allah SWT, "kemudian perlihatkan kepada hambaku yang sangat takwa itu."

Untuk ketiga kalinya, Malaikat Izrail turun ke bumi. Berbekal lafadz asma Allah yang ada di telapak tangannya, ia kembali menemui calon orang mati yang sangat sholeh itu. Selanjutnya, ia duduk di sekitar kepala orang itu seraya memperlihatkan asma Allah SWT. "Wahai jiwa yang tenang, keluarlah, "panggil malaikat mau penuh kelembutan." Kembalilah kepada ampunan Allah  SWT dan keridhoan-Nya."

Nabi Muhammad SAW bersabda, "Maka keluarlah roh itu dengan lancar sebagaimana mengalirnya tetesan air minum." Roh itu memberi ucapan selamat kepada jasad/raga yang ditinggalkannya. "Assalamu'alaikum illa yaumul kiyamah (keselamatan bagimu sampai hari kiamat)."

Dalam riwayat lain disebutkan, bahwa ketika Malaikat Izrail hendak mencabut nyawa seorang mukmin, roh itu menolak. "Bagaimana  mungkin aku akan mengikutimu, sedangkan engkau belum diperintahkan untuk urusan ini.
Sesungguhnya Tuhanku  berkehedak menciptakan aku dan menyatukanku dengan jasadku tanpa sepengetahuanmu. Adakah engkau membawa bukti, bahwa Tuhanku menyuruhmu memisahkan aku dengan jasadku?"

Malaikat Izrail naik ke langit kembali, menghadap Sang Pencipta. "Apakah engkau telah mencabut nyawa seorang hamba-Ku? " Tanya Allah SWT yang sesungguhnya telah mengetahui masalahnya. "Benarlah engkau Tuhanku. Namun hambamu meminta bukti adanya perintah-Mu, "jawab Izrail ."Sungguh benar roh hamba-Ku, "firman Allh SWT. "Hai Izrail, pergilah ke surga. Ambillah Tuffah sebagai tanda-Ku. Lalu perlihatkan kepada hamba-Ku itu."

Malaikat Izrail segera pergi ke surga mengambil Tuffah yang pada permukaannya tertera bacaan Bismillah (dengan nama Allah), kemudian membawanya turun ke Bumi. Ia perlihatkan Tuffah itu kepada si calon mayat. Melihat Tuffah itu, yakinlah si roh bahwa Allah SWT berkehendak memanggilnya. Maka keluarlah roh dengan lancar dan cepat.

Disebutkan dalam hadits, jika yang meninggal dunia itu orang sholeh, turunlah beberapa malaikat dari langit membawa cahaya.  Mereka juga membawa kain kafan dari surga dan cendana-cendana surga mendampingi orang tersebut sewaktu menghadap Malaikat Izrail.

Nabi Muhammad SAW juga bersabda, "Jika yang meninggal dunia itu termasuk orang yang celaka atau durhaka kepada Allah SWT, para malaikat yang turun dari langit membawa pakaian azab. Mereka duduk menjauhi si calon mayat. Malaikat Izrail pun mencabut nyawanya dengan kasar.


B. Rupa Malaikat Izrail Saat Mencabut Nyawa


Disadari atau tidak, sering terlintas dalam pikiran kita mengenai sosok Malaikat Izrail yang sesungguhnya. Diriwayatkan dalam hidits, bahwa Malaikat Izrail jika akan mencabut nyawa seseorang menampakan rupa sebagaimana amal perbuatan orang yang bersangkutan. Terhadap orang-orang yang durhaka kepada Allah SWT atau orang-orang yang banyak dosanya, ia menampakkan wajah garang dan menyeramkan. Sebaliknya jika mendatangi orang yang sholeh, ia menjelma sebagai lelaki tampan menyenangkan. Ia juga mengawali kehadirannya dengan salam, dan bersikap sopan penuh hormat.

Hal itu diterangkan juga oleh Imam Ghazali dalam kitab Ihya Ulumuddin, riwayat dari Ibnu Abbas. Dikisahkan bahwa suatu hari Nabi Ibrahim AS yang baru datang dari bepergian terkejut mendapati seorang lelaki berada di kamarnya. "Siapakah yang menyuruhmu memasuki rumahku?" tanya Nabi Ibrahim AS. "Pemilik alam semesta, "jawab lelaki itu. Terperanjatlah Nabi Ibrahim AS. "Kalau begitu, siapakah engkau?"  "Aku malaikat maut."

Sejenak Nabi Ibrahim AS terdiam. "Maukah engkau prlihatkan rupamu saat mencabut  nyawa seorang yang sholeh?" Malaikat Izrail itu mengangguk. "Berpalinglah ke arah sana, "perintahnya. Nabi Ibrahim AS berbalik ke arah yang dikehendaki malaikat maut itu. Lantas beliau dapati seorang lelaki berwajah tampan mengenakan busana indah dengan aroma semerbak mewangi. "Jika engkau datang kepada orang yang sholeh dalam keadaan yang demikian, sungguh menyenangkan, "komentar Nabi Ibrahim AS.

C. Anjuran Mentalqin Calon Mayat dan Jenazah yang Telah Dikubur


Kata talqin merupakan bentuk masdar (infinitive) dari kata laqqona yulaqqinu yang artinya mengajar atau mendikte secara llisan. Maksudnya mengajarkan membaca kalimat syahadat atau kalimat yang baik (Laa illaha illallah) di dekat orang yang akan meninggal dunia atau untuk mayat yang baru dikuburkan.

Abu Sa'id Al-Khudri ra memaparkan, Nabi Muhammad SAW bersabda, "Tuntunlah orang yang hendak meninggal dunia dengan ucapan Laa illaaha illallah." (HR. Muslim)

Bimbingan membaca kalimat toyyibah (kalimat yang baik) kepada orang yang akan meninggal dunia
bertujuan agar ia meninggal dalam keadaan islam. Sebab orang yang meninggal dunia dalam keadaan Islam pasti masuk surga. Mu'az bin Jabal ra mengungkapkan, Nabi Muhammad SAW bersabda, "Barang siapa yang akhir ucapannya Laa ilaaha illallah (tidak ada Tuhan selain Allah), akan masuk surga."

Cara mentalqin membaca kalimat toyibah, menurut para ulama madzhab Syafi'i dan sebagian ulama dari madzhab lain, yaitu:
  • Orang yang mentalqinkan sebaiknya orang yang paling menyayanginya. Bukan orang yang dengki atau membencinya
  • Melakukannya dengan suara lemah lembut
  • Tidak memaksanya untuk mengucapkan kalimat toyyibah
  • Tidak memerintahnya seperti. " ucapkanlah Laa ilaaha illallah. Tetapi cukuplah membaca kalimat tersebut sekadar di dengar dan diikuti si sakit dengan kemauannya sendiri, dan
  • Jika si sakit sudah mengucapkannya sekali, maka jangan diulang lagi. Kecuali setelah mengucapkan kalimat itu ia mengatakan kalimat yang lain. Sebab yang penting adalah akhir kalimat yang diucapkannya di dunia adalah kalimat tauhid.
Hadits yang menjadi dasar mentalqin mayat yang baru dikuburkan juga bersumber dari Abu Sa'id Al-Khudri, bahwa Nabi Muhammad SAW bersabda, "laqqinuu mautaakum (talqinlah mayat-mayat kamu)." Kata mautaa adalah jamak dari mayat, berarti orang yang sudah meninggal dunia, inilah makna yang hakiki. Sedangkan mautaakum berarti orang yang akan meninggal dunia, yang merupakan arti kiasan. Dalam kaidah fikih disebutkan bahwa yang pokok dalam perkataan
itu adalah makna yang hakiki. Oleh sebab itu, menurut pendapat ini, mambaca talqin di atas subur itu hukumnya sunnah.

Nabi Muhammad SAW juga menganjurkan para sahabat untuk mentalqin mayat yang baru dimakamkan. Abu Umamah ra mengungkapkan Nabi Muhammad SAW bersabda, "Jika seseorang di antara saudara kalian meninggal dunia, setelah kalian ratakan tanah diatas kuburnya, hendaklah salah seorang dari kalian berdiri di (sisi) kepalanya dan berkata, 'Wahai fulan ibnu fulanah', sesungguhnya
ia dapat mendengar tetapi tidak bisa menjawab. Setelah orang itu berkata 'Wahai fulan ibnu fulanah', maka si mayat berkata,  'bimbinglah kami semoga Allah merahmatimu.' Tetapi kalian tidak mendengar ucapannya.

Selanjutnya hendaklah ia (orang yang berada di sisi kepala mayat ) berkata, 'Ingatlah keadaan engkau keluar dari dunia ini, dengan membawa kesaksian tiada Tuhan selain Allah dan Muhammad adalah hamba dan utusan-Nya. Engkau telah rela Allah sebagai Tuhanmu, islam sebagai agamamu,
Muhammad sebagai Nabimu dan Al-Qur'an sebagai imammu.' Sesungguhnya Munkar dan Nakir keduanya saling memegang tangan temanya dan berkata, 'Mari kita pergi, apalagi yang akan kita perbuat bagi orang yang telah ditalqinkan jawabannya.' "

Lalu ada seorang sahabat bertanya, "Wahai Rasulullah, (bagaimana) jika ibunya (si mayat) tidak diketahui?" Rasulullah SAW menjawab, "Boleh menisbatkannya kepada ibunya yaitu Hawa, maka (panggillah) wahai fulan ibnu Hawa. " (HR. Thabrani dan Abdul Azizi Hambali dalam kitab Asy-Syafi)

Konon karena teringat pesan Rasulullah SAW itulah Abu Umamah ra berpesan kepada orang-orang di dekatnya agar jika ia meninggal dunia, ditalqinkan juga.

D. Sederet Pertanyaan untuk Direnungkan

Sewaktu roh berpisah dengan jasad, terdengarlah olehnya tiga pertanyaan:

  • Wahai anak Adam, engkaulah yang meninggalkan dunia atau dunia yang meninggalkanmu?
  • Wahai anak Adam, engkaulah yang mengumpulkan dunia atau dunia yang mengumpulkanmu?, dan
  • Wahai anak Adam, engkaulah yang mematikan dunia atau dunia yang mematikanmu?

Ketika mayat diletakkan di tempat untuk dimandikan, terdengar olehnya tiga pertanyaan:
  • Wahai anak Adam, dimanakah tubuhmu yang kuat? Mengapa kini engkau tak berdaya?
  • Wahai anak Adam, dimanakah lisanmu yang lantang dahulu? Mengapa sekarang engkau hanya terdiam?
  • Wahai anak Adam, dimanakah para kekasihmu? Mengapa kini mereka membiarkanmu sendirian terbaring kaku?

Pada saat mayat diletakkan di atas kain kafan, siap dibungkus, terdengarlah olehnya tiga perintah:
  • Wahai anak Adam, bersiaplah engkau pergi jauh, tanpa membawa bekal
  • Wahai anak Adam, pergilah dari rumahmu dan janganlah engkau kembali
  • Wahai anak Adam, naiklah tandu yang tidak akan pernah engkau nikmati setelah itu. Sebab engkau akan berdiam di rumah yang penuh dengan kesedihan

Saat mayat diletakkan untuk disholati, terdengarlah tiga pemberitahuan"
  • Wahai anak Adam, semua amal yang telah engkau perbuat akan engkau lihat
  • Wahai anak Adam, apabila amal-amalmu itu baik engkau akan bahagia
  • Wahai anak Adam, jika amal-amalmu itu jelek engkau akan menderita

Tatkala mayat diusung di atas keranda, terdengarlah olehnya tiga seruan:
  • Wahai anak Adam, bahagialah apabila engkau termasuk orang-orang yang bertobat
  • Wahai anak Adam, bahagialah jika selama di dunia engkau beramal baik
  • Wahai anak Adam, bahagialah jika teman karibmu adalah ridho (kerelaan) Allah. Sebaliknya celakalah jika teman karibmu adalah murka-Nya.

Sewaktu mayat sudah berada di tepi kubur, siap diturunkan ke liang lahat, terdengarlah olehnya tiga pertanyaan:
  • Wahai anak Adam, kedamaian apakah yang engkau bawa untuk menempati rumah sempit ini?
  • Wahai anak Adam, kekayaan apakah yang engkau bawa uantuk mendiamai rumah miskin ini?
  • Wahai anak Adam, cahaya apakah yang engkau bawa guna menerangi rumah yang gelap ini?

Setelah mayat benar-benar diletakkan di dasar kubur, terdengarlah tiga pemberitahuan:
  • Wahai anak Adam, sewaktu berada di punggungku (permukaan bumi) engkau tertawa, kini dalam perutku (perut bumi) engkau menangis
  • Wahai anak Adam, ketika berada di punggungku engkau bergembira ria, kini dalam perutku engkau berdukacita
  • Wahai anak Adam, kala di punggungku engkau bersilat lidah, sekarang di perutku engkau membisu seribu bahasa

Sesudah mayat terbujur sendirian dalam kubur dan sanak keluarga serta teman-temannya pulang , Allah SWT berfirman, "Wahai hamba-Ku, sekarang engkau terasingkan sendirian. Mereka semua pergi meninggalkanmu dalam kesempitan dan kegelapan (lubang kubur). Padahal engkau telah berbuat maksiat kepada-Ku semata-mata untuk kepentingan mereka. Akan tetapi, kepadamu Aku mengasihani. Untuk itu, hari ini engkau ku beri rahmat-Ku dengan sesuatu yang mengagumkan semua mahluk.  Dan rasa kasihan-Ku padamu lebih dari rasa kasihan seorang ibu kepada anaknya ."


0 Response to "Detik-detik Menjelang Kematian"

Posting Komentar